Dahulu kala, Raja Burung Parkit dan rakyatnya hidup tenteram dan damai di
sebuah hutan di Aceh. Setiap hari, mereka dapat hinggap berpindah, dari satu
pohon ke pohon lain. Mereka pun menikmati biji-bijian dan buah-buahan yang
beraneka ragam di hutan.
Namun sayang, ketenteraman mereka terganggu oleh masuknya pemburu ke
hutan. Ia meletakkan sebuah sangkar besar yang diberi perekat. Burung yang
terperangkap di sana tak bisa terbang bebas lagi. Hampir semua rakyat di
kerajaan burung tertangkap. Mereka semua terjeblos ke dalam perangkap. Sedih
dan panik. Baginda Raja Burung Parkit berusaha menenangkan rakyatnya.
“Tenanglah, wahai rakyatku. Kalian tidak akan bisa keluar karena ada perekat
yang dipasang oleh pemburu dalam perangkap ini. Sebentar lagi, pemburu
akan datang untuk melepas perekat di tubuh kita. Jika ia mendapati kita sudah
mati, ia akan membuang kita. Oleh karenanya, berpura-puralah kalian mati,
wahai rakyatku!” seru Baginda Raja Burung Parkit. “Hitung hingga seratus, lalu
kita bersama-sama terbang ke luar perangkap,”titah Sang Raja.
Benar saja, tak lama kemudian Sang Pemburu datang memeriksa perangkap.
Dibuangnya satu persatu perekat di tubuh burung-burung itu. Ia kecewa karena
hampir semua burung dalam keadaan mati. Dibuangnya burung-burung itu ke
luar perangkap. Ketika akan membuang burung terakhir, yaitu si Raja Burung
Parkit, Sang Pemburu jatuh terpeleset. Burung-burung yang berpura-pura mati
kaget! Serempak mereka terbang tinggi. Tinggal si Raja Burung di tangan Sang
Pemburu.
Awalnya, Sang Pemburu berniat menyembelih burung tersebut, tetapi Raja
Burung memohon belas kasihan. “Jika kau biarkan aku hidup, aku akan
menghiburmu dengan nyanyianku tiap hari,” katanya.
Sang Pemburu pun mengurungkan niatnya. Seperti janjinya, tiap hari Si Raja
Burung Parkit bernyanyi. Indah suaranya, terdengar hingga ke istana. Maka,
Raja Manusia memanggil Sang Pemburu.
“Aku mendengar kicau burungmu yang indah sekali. Jika engkau bersedia
mempersembahkan burung itu untukku, aku akan menukarnya dengan
sekarung emas,” pinta Raja Manusia. Tanpa berpikir dua kali, Sang Pemburu
menukar Raja Burung Parkit dengan sekarung emas.
Sang Raja Manusia meletakkan burung indah itu di sangkar emas yang indah
dan besar. Raja Burung Parkit sangat disayang oleh Raja Manusia. Setiap hari
ia diberi makanan yang enak. Tugasnya hanya bernyanyi setiap hari untuk
Sang Raja Manusia. Tetapi di dalam sangkar emas, hatinya pilu. Ia rindu pada
hutannya, rindu pada rakyatnya, rindu pada lebat pohon dan aneka makanan
di hutan.
Suatu hari, Si Raja Burung Parkit menggunakan siasat lamanya, yaitu berpurapura mati. Tak terkira sedihnya hati Sang Raja Manusia menemukan burung
kesayangannya mati. Segera diperintahkan prajuritnya untuk menyiapkan
upacara penguburan.
Ketika upacara disiapkan, Raja Burung Parkit diletakkan di luar sangkar
emasnya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, saat itu juga Si Raja Burung Parkit
terbang setinggi-tingginya. Ia menempuh perjalanan jauh untuk sampai di
hutannya dulu. Sampai di sana, ia disambut rakyatnya dengan suka cita.
Baginda Raja Burung Parkit telah kembali. Mereka kini sudah berkumpul dan
bisa menikmati kedamaian hutan bersama-sama.
Mari Kita Jaga Lingkungan Bersama
No comments:
Post a Comment